Jeda Sarira dan Mantra Cinta Dewi Hastuty SjariefSaat buih menepuk pesisir, dan halus rambutmu tersapu angin pantai Marina, kuterbangkan doa-doa ke langit utara menemui bintang biduk mengetuk surga.Lahu, Di senja yang merah Orang-orang menutup pintu membuka jendela, menyalakan dupa-dupa Sebagian terpekur di sajadah Dengan rona penuh durja Satu nama telah hilang di barisan silsilah Menanggalkan jubah, menafkahi isi kepalanya di negeri empat musim Meski di sudut hatinya luka bermukimLahu, Di negeri Batara Guru, pucuk pucuk muda merica ayahmu Bergelung di kayu nangka Orang-orang berkayuh mimpi dikelak rimbunan pohonnya, lalu bertukar janji Tentang tanah dan wibawa. Kau berhutang seteguk sara’ba Saat gelap menyerunda Dan memarkir sejenak kenang Pada pala-pala yang memagari kebunnya.Lahu, Dari buhul terumbu, angin siulkan rindu harapan itu serupa sulaman teka dan teki yang dengan tekun dijawab oleh sang waktu. Bagaimana menyapa detak di lain tempat Sementara jarak bertaruh muslihat Pada sejumlah jeda yang pekatSecawan ingatan adalah harta Yang terbagi lewat obrolan-obrolan pengantar tidur Sepatu-sepatu tua punya cerita tentang perjalanan Yang tak pernah disangsikan Bahkan ketika dilamunkan. Kita mungkin akan menyungging Atau mendengus dengan perlahan Tapi tak pernah menyesali Akan kisah yang membentuk kita hari ini.Lahu, Orang-orang punya cara menghapus duka Menghindari ataukah berteman dengannya Kehidupan tetap akan memberimu ruang Yang lengang untuk pulang Atau memilih bertahan dan melanjutkan perjalanan.“Baginda Ali di depanku”; Dengan cahaya ilmu tak ada penghalang bagiku“Abu bakar di kananku”; Dengan kesetiaan penuh pada tanah sepenuh jiwa memperjuangkan kehidupan.“Sayyidina Umar di kiriku”; Dengan keberanian dan ketangguhan Kuteguhkan niatku“Usman di belakangku”; Sesungguhnya segala urusan dunia Dialah Sang Maha, tak ada penghalang kebendaan bagi teguhnya pencarian kesejatian.“Langit bumi, dunia luar dunia dalam, menghentak Arasy, Barakka laa ilaaha illallah, kun fayakun!”Ketika mula dan akhir mengukir garis yang bersisian, ketika kehidupan yang didebatkan mengingatkan jenak kematian Beribu mil berkawan angindan luasnya samudera tiada menyangsikan keberanianmu Lahu, kau hanya perlu tahu.Aku di sini berjuang bersamamu. Dewi Mudijiwa, 2015. Pugar judul dan aksara Maret 2016;kelak anak lelakiku beranjaklah dari pangkuanku temui dunia dengan caramu kubekali kau ilmu dan cinta, juga mantera nenekmoyang kita. 4.7/5Dewi Hastuty Sjarief (DHS) adalah penulis puisi, pekerja seni dan aktifis perempuan Islam di Makassar. Karya puisinya termaktub dalam buku “9 Pengakuan; Seuntai kidung Mahila” (2011) diterbitkan oleh Komunitas Mahila, kumpulan puisi “Wasiat Cinta” (2013) dan kumpulan puisi perempuan Indonesia Timur: ”Isis dan Musim-musim” (2014) diterbitkan Mimbar Penyair Makassar. Baca profil DHS lebih lengkap di sini.